Kumpulan Dongeng dalam Negeri yang Paling Banyak Disukai oleh Anak-Anak Indonesia

ilmubindo.com_ Kali ini admin akan bagikan cerita-cerita menarik tentang dongeng Cinderella. Dongeng ini bisa kita gunakan sebagai pengantar tidur buat buah hati kita dan bisa juga dijadikan sebagai referensi buat adik-adik di dalam mengerjakan tugas dongeng di sekolah.

Kisah Cinderella

Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang gadis cantik yang baik hati. Gadis itu bernama Cinderella. Kebaikan hatinya membuat semua orang menyayangi bahkan hewan-hewan menyayanginya juga, terutama dua sahabatnya Dus dan Jaq. Mereka mau melakukan apa saja untuk Cinderella sahabatnya.
Cinderella hidup bersama ibu tiri dan dua saudara tirinya yang bernama Anastasia dan Drizella. Berbeda dengan Cinderella yang baik dan rajin, Anastasia dan Drizella sangat malas dan iri hati. Mereka menyuruh Ciderella mengerjakan semua pekerjaan seperti membersihkan rumah, menjahit, memasak, dan berkebun.

Walaupun perlakuan kedua saudaranya sangat buruk namun Nyonya Tremaine ibu Tiri Cinderella merupakan orang yang dingin, kejam dan sangat iri dengan pesona dan kencantikan Cinderella.
Dia senang membuat Cinderella sibuk dengan semua pekerjaan, bahkan Cinderella yang kelelahan tidak membuatnya kasihan. Dia malah memberikan tugas tambahan yaitu meminta Cinderella memandikan kucingnya yang nakal, Lucifer.

Kumpulan Dongeng dalam Negeri yang Paling Banyak Disukai
www.ilmubindo.com


Pada suatu hari, seorang utusan dari istana tiba dengan undangan khusus. Akan ada sebuah pesta besar di istana.

Raja ingin anaknya segera mencari calon istri. Setiap gadis muda di kerajaan di undang, termasuk Cinderella.

Cinderella sangat bersemangat dengan undangan pesta itu. Di loteng, ia menemukan gaun yang dulu milik ibunya. Gaun itu memang agak kuno, namun kepintarannya Cinderella membuat gaun itu menjadi indah. Nyonya Tremaine tak ingin Cinderella anak tirinya pergi ke pesta yang akan di selenggarakan di istana itu. Dia ingin Pangeran bertemu Anastasia dan Drizella. Dia sangat berharap Pangeran akan menikahi salah satu dari kedua anaknya.

Nyonya Tremaine terus memberikan Cinderella pekerjaan yang sangat banyak. Dia akan membuat Cinderella sibuk sepanjang malam. Ini akan membuat Cinderella tidak memiliki kesempatan untuk datang ke pesta besar di Istana kerajaan.

Cinderella sangat gembira saat melihat gaun ibunya itu. Gaun itu sangat indah dan pantas sekali di tubuhnya. Sekarang dia bisa pergi ke pesta dengan percaya diri.

"Oh, terima kasih banyak!" ucap Cinderella pada para sahabatnya Gus, jaq, dan para burung.
Ketika saudara tiri Cinderella melihat pita dan manik-manik lama mereka pada gaun Cinderella, mereka menjadi marah. Mereka iri dengan gaun Cinderella yang indah dan berkilauan. Walaupun manik-manik dan pita itu telah mereka buang, mereka memintanya kembali. Bahkan mereka merobek baju Cinderella untuk melepaskan manik-manik dan pita itu. Nyonya Tremaine tidak menghentikan kedua putrinya. Dia pun iri karena Cinderella terlihat sangat cantik dan menawan menggunakan gaun lama itu.

Sambil tertawa kedua saudara tirinya pergi meninggalkan Cinderella. Mimpi Cinderella pergi ke istana sirna. Tidak cukup waktu baginya untuk bisa pergi ke istana.Cinderella lari ke kebun dan menangis. Pada saat itu tiba-tiba, datang ibu peri.

Dengan tongkat ajaibnya dia merubah labu menjadi kereta kuda yang indah. Cinderella sekarang bisa pergi ke pesta, namun masih ada satu masalah. Gaun Cindrella telah rusak dan tidak bisa dipakai. "Bibbidi-Bobbidi-boo!" ucap ibu peri sambil melambaikan tongkatnya kembali. Ajaib Cinderella sakarang mengenakan gaun yang indah dan sandal kaca berkilau.

Namun ibu peri mengingatkan. Pada saat jam berdentang pukul 12.00 malam tepat, mantra sihir akan sirna. Di pesta, sang Pangeran tampan tidak bisa melepaskan pandangan matanya dari Cinderella yang terlihat luar biasa cantik dan menawan. Tidak menyiayiakan kesempatan dia segera mengajak Cinderella berdansa.

Orkestra dimainkan, dan Pangeran mulai menari dengan gadis cantik yang namanya dia masih tidak tahu. Dan bagi Cinderella, malam itu mimpinya menjadi kenyataan. Waktu berlalu, jam mulai mendekati waktu tengah malam. "Selamat tinggal!'" ucap Cinderella dan kemudian bergegas pergi.
"Tunggu!" panggil Pangeran. "Saya bahkan tidak tahu nama Anda!" Cinderella berlari terburu-buru. Dia kuatir mantra ibu peri sirna ketika dia masih berada di pesta. Ketika berlari salah satu sepatu kacanya tertinggal.

Baik Cinderella maupun Pangeran tampan tidak dapat melupakan kejadian pada malam itu. Mereka sama-sama saling merindukan. Pangeran mengirim utusan untuk menemukan gadis yang cocok dengan sepatu kaca. Utusan itu datang ke setiap rumah untuk meminta semua gadis mencoba sepatu kaca itu.

Kedua kakak tiri Cinderella mencoba sepatu kaca itu. Kaki mereka berdua terlalu besar tapi terus memaksakannya masuk. Lady Tremaine mengunci Cinderella di loteng, tapi teman-teman tikur Cinderella membebaskannya.

Pada saat Cinderella mencoba sepatu kaca yang dibawa utusan istana, Nyonya Tremaine tersandung sehingga sepatu kaca hancur tapi Cinderella yang memiliki lainnya di sakunya. Dan itu cocok!

Cinderella dan Pangeran segera menikah. Semua orang bersuka cita, termasuk teman-teman tikus Cinderella Gus dan Jaq, yang mengenakan pakaian khusus untuk pernikahan.

Penuh dengan sukacita, Pangeran tampan dan Cinderella yang hidup bahagia selamanya.


Putri Salju

Di suatu pertengahan musim dingin, ketika salju berjatuhan dari langit seperti bulu, seorang ratu duduk menjahit di dekat jendela. Rangka kayu yang digunakan untuk membordir terbuat dari kayu ebony yang hitam pekat. Sambil membordir, sang ratu menatap salju yang turun dan tanpa sengaja jarinya tertusuk olehn jarum sehingga tiga tetes darahnya jatuh membasahi salju. Saat ia melihat betapa terang warna merahnya, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Saya berharap mempunyai anak yang putih seperti salju, merah seperti darah, dan hitam seperti kayu ebony!".
Kumpulan Dongeng dalam Negeri yang Paling Banyak Disukai



Tidak lama setelah itu, sang Ratu melahirkan seorang putri yang kulitnya putih seputih salju, bibirnya merah semerah darah, dan rambutnya hitam sehitam kayu ebony, dan diberinya nama Putri Salju. Saat sang Putri lahir, sang Ratu pun meninggal dunia.

Setelah setahun berlalu, sang Raja menikah kembali menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik, tetapi angkuh dan tidak senang apabila ada yang melebihi kecantikannya. Sang Ratu yang baru memiliki sebuah cermin ajaib, dimana sang Ratu sering berdiri memandang ke dalam cermin dan berkata:

"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?" Dan sang Cermin selalu menjawab, "Anda adalah tercantik dari semuanya".

Dan sang Ratu pun merasa puas, kerena tahu bahwa Cermin ajaibnya tidak pernah berkata bohong.
Putri Salju sekarang tumbuh makin lama makin cantik, dan saat ia dewasa, kecantikannya jauh melebihi kecantikan Ratu sendiri. Sehingga suatu hari ketika sang Ratu bertanya kepada cerminnya:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?" Sang Cermin menjawab, "Ratu, Anda cantik, tetapi Putri Salju lebih cantik dari Anda."

Sang Ratu menjadi terkejut dan warna mukanya menjadi kuning lalu hijau oleh rasa cemburu, dan semenjak saat itu, ia berbalik membenci Putri Salju. Semakin lama, rasa cemburunya bertambah besar, hingga dia tidak memiliki kedamaian lagi. Ia lalu memerintahkan seorang pemburu untuk membinasakan Putri Salju.

"Bawalah Putri Salju kesuatu hutan, sehingga saya tidak akan pernah meihatnya lagi. Kamu harus membinasakannya dan membawa hatinya sebagai bukti kepadaku.

Sang pemburu setuju, membawa Putri Salju ke suatu hutan; akan tetapi saat ia menarik pedangnya, Putri Salju menangis, dan berkata:

"Wahai, pemburu, janganlah membunuhku, saya akan pergi dan masuk ke dalam hutan liar, dan tidak akan kembali lagi."

Pemburu yang menaruh rasa kasihan, berkata:

"Pergilah kalau begitu, putri yang malang;" karena sang pemburu berpikir bahwa binatang liar di hutan akan memangsa Putri Salju, dan saat ia melepaskan Putri Salju, hatinya menjadi lebih ringan seolah-olah terbebas dari genjatan batu yang berat. Saat itu juga dilihatnya seekor babi hutan berlalu, dan sang pemburu menangkap babi hutan tersebut lalu mengeluarkan hatinya untuk dibawa ke sang Ratu sebagai bukti.

Putri Salju yang sekarang berada dalam hutan liar, merasa ketakutan yang luar biasa dan tidak tahu harus mengambil tindakan apa saat ketakutan melanda. Kemudian dia mulai berlari, berlari di atas batu-batuan yang tajam dan berlari menembus semak-semak yang berduri, dan binatang liar pun mengejarnya, tetapi tidak untuk menyakiti Putri Salju. Ia berlari selama kakinya mampu membawa ia pergi, dan saat malam hampir tiba, ia tiba disebuah rumah kecil. Putri Salju pun masuk ke dalam untuk beristirahat. Segala sesuatu yang berada di dalam rumah, berukuran sangat kecil, tetapi indah dan bersih.

Di rumah tersebut terdapat bangku dan meja yang di alas dengan taplak putih, dan di atasnya terdapat tujuh buah piring, pisau makan, garpu, dan cangkir minum. Di dekat dinding, terlihat tujuh ranjang tidur kecil, saling bersebelahan, dan dilapisi dengan seprei putih juga. Putri Salju menjadi sangat lapar dan haus, makan dari tiap-tiap piring sedikit bubur dan roti, dan meminum sedikit dari tiap-tiap cangkir, agar ia tidak menghabiskan satu piring saja. Akhirnya Putri Salju merasa lelah dan membaringkan dirinya di satu ranjang, tetapi ranjang tersebut ada yang terlalu pendek, ada yang terlalu panjang, untungnya, ranjang yang ketujuh sangat sesuai dengan tinggi badannya, dan ia pun tertidur di tempat tidur tersebut.

Saat malam tiba, pemilik rumah pulang ke rumah dan mereka adalah tujuh orang kurcaci yang pekerjaannya menggali terowongan bawah tanah di pengunungan. Saat mereka menyalakan tujuh lilin yang menerangi seluruh rumah, mereka sadar bahwa ada orang yang telah masuk kedalam rumah tersebut karena beberapa hal berpindah tempat, tidak seperti saat mereka meninggalkan rumah.
Yang pertama berkata, "Siapa yang telah duduk di kursi kecilku?"
Yang kedua berkata, "Siapa yang telah makan dari piring kecilku?"
Yang ketiga berkata," Siapa yang mengambil roti kecilku?"
Yang keempat berkata, "Siapa yang telah memakan buburku?"
Yang kelima berkata, " Siapa yang telah menggunakan garpuku?"
Yang keenam berkata, "Siapa yang telah memotong dengan pisauku?"
Yang ketujuh berkata, "Siapa yang telah meminum dari cangkirku?"
Kemudian yang pertama, melihat ke sekeliling rumah dan melihat tanda-tanda bahwa kasurnya telah ditiduri, berteriak, "Siapa yang telah tidur di ranjangku?"

Dan saat yang lainnya juga datang, mereka berkata, "Seseorangjuga telah tidur di tempat tidurku!"
Ketika kurcaci yang ketujuh melihat ranjangnya, dia melihat Putri Salju yang tertidur di sana, kemudian dia menyampaikan ke kurcaci lain, yang datang tergesa-gesa untuk melihat Putri Salju, dan dalam keterkejutan mereka, mereka masing-masing mengangkat lilinnya untuk melihat Putri Salju dengan lebih jelas.

"Ya Tuhan! kata mereka, "Siapakah putri yang cantik ini?" dan karena mereka gembira melihat Putri Salju, mereka tidak tega untuk membangunkannya. Kurcaci yang ketujuh terpaksa tidur bergantian dengan teman-temannya, setiap satu jam, di tiap-tiap ranjang temannya sampai malam berlalu.
Menjelang pagi, ketika Putri Salju terbangun dan melihat ketujuh kurcaci, Putri Salju menjadi ketakutan, tetapi mereka terlihat bersahabat dan bahkan menanyakan namanya dan bagaimana dia bisa tiba di rumah mereka. Putri Salju pun bercerita bagaimana ibunya berharap agar dia meninggal, bagaimana sang pemburu membiarkannya hidup, bagaimana ia lari sepanjang hari, hingga tiba ke rumah mereka.

Para kurcaci kemudian berkata, jika kamu mau membersihkan rumah, memasak, mencuci, merapihkan tempat tidur, menjahit, dan mengatur semuanya agar tetap rapih dan bersih, kamu bisa tinggal di sini, dan kamu tidak akan kekurangan apapun."

"Saya sangat setuju, " kata Putri Salju, dan ia pun tinggal di rumah tersebut sambil mengatur rumah. Pada pagi hari para kurcaci ke gunung untuk menggali emas, pada malam hari saat mereka pulang, mereka telah disiapkan makan malam. Setiap Putri Salju ditinggal sendiri, para kurcaci memberi nasihat:

"Berhati-hatilah pada ibu tirimu, dia akan tahu bahwa kamu ada di sini. Jangan biarkan seorang pun masuk ke dalam rumah."

Ratu yang telah melihat bukti kematian Putri Salju yang berupa hati, yang dibawa oleh pemburu, menjadi tenang, berdiri di depan cermin dan berkata:

"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"

Dan sang cermin menjawab, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil beserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."
Ratu menjadi terkejut saat mendengarkannya, dan ia akhirnya tahu bahwa sang pemburu telah menipunya, dan Putri Salju masih hidup. Ia pun berpikir keras untuk menghabisi Putri Salju, karena selama ia bukanlah wanita tercantik diantara semua, rasa cemburunya tidak akan bisa membuat ia bisa beristirahat dengan tenang. Akhirnya ia pun mendapatkan rencana, ia menyamarkan wajahnya dan memakai pakaian yang biasa dipakai oleh wanita tua agar tidak ada yang bisa mengenalinya. Dalam penyamarannya, ia melalui tujuh gunung hingga akhirnya tiba di rumah milik tujuh kurcaci. Ia pun mengetuk pintu dan berkata"

"Barang bagus untuk dijual! barang bagus untuk dijual!"
Putri Salju mengintip dari jendela dan menjawab"
"Selamat siang, apa yang Anda jual?"

"Barang bagus," katanya, "Pita berbagai macam warna" dan dia kemudian menyerahkan sebuah pita yang terbuat dari sutera.

"Saya tidak perlu takut untuk membiarkan wanita tua ini masuk," pikir Putri Salju, lalu ia pun membuka pintu dan membeli pita yang indah. 
"Betapa cantiknya kamu, anakku!" kata wanita tua, "kemarilah dan biarkan saya membantu kamu memakaikan pita ini."

Putri Salju yang tidak curiga, berdiri didepannya dan membiarkan wanita tua itu memasangkan pita untuknya, tetapi wanita tua itu dengan cepat mencekik Putri Salju dengan pita hingga Putri Salju jatuh dan seolah-olah meninggal dunia.

"Sekarang saatnya kamu berhenti sebagai wanita tercantik," kata wanita tua sambil berlalu pergi.
Tidak lama setelah itu, menjelang malam, para kurcaci pulang ke rumah, dan mereka semua terkejut melihat Putri Salju terbaring di tanah, tidak bergerak. Mereka mengangkatnya dan saat mereka melihat pita yang melilit leher Putri Salju, mereka memotongnya dan saat itu Putri Salju bernapas kembali. Saat kurcaci mendengar cerita dari Putri Salju, mereka berkata,

"Wanita tua yang menjadi penjual keliling, pastilah tidak lain dari ratu yang jahat, kamu harus berhati-hati saat kami tidak berada di sini!"

Ketika ratu yang jahat tiba di rumah dan bertanya kepada sang Cermin:
 "Cermin di dinding,Siapa yang tercantik diantara semua?" jawabannya sama dengan sebelumnya, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil berserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."

Saat mendengar jawaban tersebut, ia menjadi terkejut karena tahu bahwa Putri Salju masih hidup.
"Sekarang, saya harus memikirkan cara lain untuk membinasakan Putri Salju." Dan dengan sihirnya ia membuat sisir yang mengandung racun. Kemudian dia menyamar menjadi seorang perempuan tua yang lain. Lalu pergi menyeberangi tujuh gunung dan datang ke rumah kurcaci. Ia mengetuk pintu dan berkata,

"Barang bagus untuk dijual! barang bagus untuk dijual!"
Putri Salju melihat keluar dan berkata,

"Pergilah, saya tidak akan membiarkan siapapun masuk." 
"Tapi kamu tidak dilarang untuk melihat-lihat, "kata si wanita tua sambil mengeluarkan sisir beracun dan memegangnya. Sisir tersebut sangat menggoda Putri Salju sehingga ia akhirnya membuka pintu dan membeli sisir itu, dan kemudian wanita tua itu berkata:
"Sekarang, rambutmu harus disisir dengan benar."

Putri Salju yang malang tidak berpikir akan adanya marah bahaya, membiarkan wanita tua itu menyisir rambutnya, dan tidak lama kemudian, sisir pada racun mulai bekerja dan Putri Salju pun terjatuh tanpa daya.

"Ini adalah akhir bagimu, "kata si wanita tua sambil berlalu. Untungnya hari sudah hampir malam dan para kurcaci pulang tidak lama setelah kejadian itu. Saat mereka melihat Putri Salju terbaring di tanah seperti telah meninggal, mereka langsung berpikir bahwa ini adalah perbuatan ibu tiri yang jahat. Secepatnya mereka menarik sisir yang masih melekat di rambut Putri Salju dan saat itupun Putri Salju terbangun, lalu menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Para kurcaci memperingatkan ia untuk lebih berhati-hati lagi dan jangan pernah membiarkan orang masuk.
Saat ratu tiba di rumah, ia berdiri di depan cermin dan berkata,
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"

Jawabannya sama dengan sebelumnya, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil beserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."

Ketika ratu mendengar ini, ia menjadi gemetar karena marah, "Putri Salju harus mati, walaupun saya juga harus mati!" Lalu ia masuk ke kamar rahasianya dan di sana ia membuat sebuah apel racun. Apel yang cantik dan menggiurkan, berwarna putih dan merah. Siapa pun yang melihatnya tergiur dan siapa pun yang memakannya walaupun sedikit, akan mati keracunan. Saat apel itu telah siap, ia pun menyamar kembali dan berpakaian seperti wanita petani, lalu ia menyeberangi tujuh gunung di mana tujuh kurcaci tinggal. Dan ketika ia mengetuk pintu, Putri Salju melongokkan kepala melalui jendela dan berkata,

"Saya tidak berani membiarkan siapapun masuk, tujuh kurcaci sudah melarang saya."
"Baiklah," kata si wanita, "Saya hanya ingin memberikan apel ini kepadamu."
"Tidak," kata Putri Salju,"Saya tidak berani mengambil apapun."

"Apakah kamu takut akan racun?" tanya si wanita, "Lihatlah, saya akan membela apel ini menjadi dua bagian, kamu akan mendapatkan bagian yang berwarna merah, dan saya bagian yang putih."
Apel tersebut dibuat dengan cerdiknya, sehingga bagian yang beracun adalah bagian yang berwarna merah. Putri Salju menjadi tergiur akan kecantikan buah apel itu, dan ketika ia melihat si wanita petani memakan apel bagiannya, Putri Salju menjadi tidak tahan lagi, ia mengulurkan tangannya keluar dan mengambil bagian apel yang beracun. Tidal lama setelah ia memakan apel tersebut, ia pun terjatuh dan sepertinya meninggal. Sang Ratu jahat, tertawa keras dan berkata,

"Putih seperti salju, merah seperti darah, hitam seperti ebony! kali ini, kurcaci takkan dapat menghidupkan kamu kembali."

Lalu ia pulang dan bertanya kepada cerminnya,
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Cermin menjawab, "Anda adalah yang tercantik dari semuanya".

Hati ratu yang tadinya penuh dengan kecemburuan, akhirnya menjadi tenang dan bahagia.
Para kurcaci, saat pulang di malam hari, Menemukan Putri Salju terbaring di tanah, dan tak ada nafas lagi yang keluar dari hidungnya. Mereka mengangkatnya, mencari-cari racun yang membunuh Putri Salju, memotong pitanya, menyisir rambutnya, mencuci dengan air dan anggur, tetapi semua sia-sia, putri malang itu telah meninggal. Mereka akhirnya menaruh Putri Salju dalam sebuah peti, dan mereka semua duduk mengelilinginya, menangisi kematiannya selama tiga hari penuh. Walaupun meninggal, Putri Salju terlihat seolah-olah masih hidup dengan pipinya yang merona. Para kurcaci kemudian berkata,

"Kita tidak akan menguburnya di tanah yang gelap." Lalu mereka membuat peti yang terbuat dari gelas yang bening sehingga mereka dapat melihat Putri Salju dari segala sisi. Putri Salju dibaringkan di peti tersebut, dan di peti itu ditulislah nama Putri Salju dengan tulisan emas, beserta kisah bahwa ia adalah putri seorang raja. Kemudian mereka meletakkan peti itu di atas gunung, dan salah satu dari mereka selalu tinggal untuk mengawasinya. Burung-burung pun datang berkunjung dan turut berduka, yang datang pertama adalah burung hantu, lalu burung gagak, lalu seekor burung merpati.
Untuk beberapa lama, Putri Salju terbaring di peti gelas itu dan tidak pernah berubah, terlihat seolah-olah tidur. Ia masih tetap seputih salju, semerah darah, dan rambutnya sehitam ebony. Suatu ketika seorang pangeran lewat di hutan yang menuju ke rumah kurcaci. Saat ia melihat peti di puncak gunung beserta Putri Salju yang cantikdi dalamnya, ia menjadi jatuh cinta, dan setelah ia membaca tulisan yang ada pada peti itu. Ia berkata kepada para kurcaci,

"Biarkan saya memiliki peti beserta Putri Salju ini, saya akan memberikan apapun yang kalian minta."
Tetapi kurcaci menolak dan mengatakan bahwa mereka tidak mau berpisah dengan Putri Salju walaupun dibayar dengan emas yang ada di seluruh dunia. Tetapi sang Pangeran berkata,
"Saya memintanya dengan amat sangat, karena saya tidak akan bisa tanpa melihat Putri Salju, jika kalian setuju, saya akan serta merta membawa kalian semua dan menganggap kalian seperti saudaraku sendiri."

Saat sang Pangeran berbicara dengan sungguh hati, para kurcaci menjadi iba dan memberikan sang Pangeran peti yang berisikan Putri Salju, dan sang Pangeran pun memanggil pelayan-pelayannya untuk mengangkat peti tersebut ke istana. Di perjalanan, seorang pelayan terantuk pada semak-semak sehingga peti yang diangkatnya menjadi terguncang dan sedikit miring. Saat itulah apel beracun yang ada pada kerongkongan Putri Salju, keluar dari mulutnya. Putri Salju membuka matanya dan membuka penutup peti, turun dan berdiri dalam keadaan sehat.

"Oh, dimanakah saya berada?" tanyanya. Sang Pangeran secepatnya menjawab dengan hati riang, Kamu aman di dekatku," dan menceritakan semua yang terjadi . Sang Pangeran lalu berkata lagi,
"Saya lebih memilih kamu dibandingkan dengan apapun yang ditawarkan oleh dunia, ikutlah bersama saya menuju istana ayahku dan jadilah pengantinku."
Putri Salju yang baik hati, ikut bersama Pangeran dan direncanakanlah pesta perkawinan yang meriah untuk mereka berdua.

Ibu tiri Putri Salju juga ikut diundang menghadiri pesta dan saat berhias di cermin, ia pun bertanya pada cermin ajaibnya:

"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?" Cermin menjawab, Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, pengantin yang baru ini seribu kali lebih cantik."
Sang Ratu menjadi marah dan mengutuk karena kecewa, ia hampir saja membatalkan kehadirannya di pesta pernikahan Putri Salju, tetapi rasa penasarannya membuat ia tetap pergi. Saat ia melihat pengantin wanita, ia menjadi terkejut karena pengantin wanita tersebut tidak lain adalah Putri Salju. Kemarahan serta ketakutan bercampur aduk menjadi satu dan saat itu juga, sang ratu yang jahat tersedak karena marahnya, terjatuh dan meninggal, sedangkan Putri Salju dan Pangeran, hidup bahagia selama-lamanya.

Pangeran Suta dan Raja Bayang

Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera. Dahulu, di daerah ini pernah berdiri sebuah kerajaann yang sangat terkenal, bernama kerajaan Indragiri. Awal berdirinya kerajaan ini tidak dapat dipastikan. Namun, awal pemerintahan kerajaan Indragiri dapat diketahui dari raja pertama yang memerintah yaitu Raja Kecik Mambang atau Raja Merlan I (1298-1933 M). Kerajaan Indragiri berdiri selama 6 abad (1298-1945 M). Selama periode tersebut, telah berkuasa 25 orang raja/sultan. Sultan Hasan Salehuddin Keramatsyah adalah salah seorang di antaranya. Ia merupakan Sultan Indragiri ke-13 dan memerintah pada tahun 1735-1765 M. Yang berkedudukan di Jayapura.

Kumpulan Dongeng dalam Negeri yang Paling Banyak Disukai

Konon, pada masa itu, Sultan Hasan memiliki seorang putri yang sangat cantik, bernama Raja Halimah. Kecantikan Putri Raja Halimah masyhur sampai ke berbagai negeri. Pada suatu hari, datanglah seorang raja yang bernama Raja Bayang, berasal dari sebuah negeri yang sangat jauh ingin melamar Raja Halimah. Namun, lamaran tersebut ditolak oleh Sultan Hasan, sehingga Raja Bayang memorak-porandakan Kerajaan Indragiri. Sultan Hasan beserta keluarga dan seluruh pasukannya terpaksa mengungsi ke Gaung. Dalam pengungsiannya, Sultan Hasan mendengar kabar bahwa ada seorang pangeran yang memiliki pengalaman perang dari negeri Jambi, Pangeran Suta namanya. Ia pun segera mengundang Pangeran Suta untuk diajak berunding tentang bagaimana cara mengusir Raja Bayang dan pasukannya dari negeri Indragiri. Bagaimana perundingan antara Sultan Hasan dan Pangeran Suta? Bersediakah Pangeran Suta membantu Sultan Hasan untuk mengusir Raja Bayang dan pasukannya? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita rakyat Pangeran Suta dan Raja Bayang berikut ini.

Alkisah, pada suatu masa Kerajaan Indragiri diperintah oleh Sultan Hasan Salehuddin Keramatsyah yang berkedudukan di Jayapura. Sultan Hasan adalah seorang raja yang sangat adil dan bijaksana. Selama masa pemerintahannya, seluruh rakyat negeri hidup damai, aman, dan sentosa. Selain adil dan bijaksana, ia juga memiliki seorang putri yang cantik jelita, bernama Raja Halimah. Kecantikannya pun terkenal hingga ke berbagai negeri.

Pada suatu hari, datanglah seorang anak yang bernama Raja Bayang  ke Kerajaan Indragiri. Ia didampingin oleh tiga orang saudara laki-lakinya yang bernama Raja Hijau, Raja Mestika, dan Raja Lahis. Keempat anak raja itu datang lengkap dengan pengiring dan balatentara yang gagah perkasa.
Kedatangan mereka membuat gempar rakyat negeri Indragiri. Perilaku mereka sungguh tercela dan tidak senonoh. Mereka memorak-porandakan kampung-kampung di negeri itu. Tanaman tebu dan pisang semua habis mereka tebas dengan golok. Binatang-binatang ternak penduduk seperti ayam, itik, kambing, dan kerbau lari berhamburan keluar dari kandang. Anak-anak dara berkerubung kain sarung tidak berani keluar rumah. Mereka takut pada keberingasan Raja Bayang dan pasukannya yang bertindak semena-mena.

Sultan Hasan sangat sedih dan risau mendengar kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Bayang dan balatentaranya. Dipanggilnyalah seluruh menteri kerajaan untuk bermusyawarah menghadapi bahaya yang datang mengancam. "Wahai, para menteriku! Bagaimana kita menghadapi kekuatan Raja Bayang dan balatentaranya?" tanya Raja Hasan kepada para menterinya, "Ampun, Baginda Raja! Pasukan Raja Bayang yang terlalu kuat untuk kita lawan. Mereka sangat tangguh dan sudah terbiasa hidup dalam rimba," jawab salah seorang menteri sambil menyembah. "Benar, Baginda! Sebaiknya kita tunggu apa yang dikehendaki oleh anak raja itu," tambah menteri yang lainnya. " Baiklah, kalau begitu!" jawab sang Raja dengan tenang.

Beberapa hari kemudian, datanglah rombongan Raja Bayang di Jayapura. Meskipun Raja Hasan merasa jengkel kepada Raja Bayang yang telah membuat kekacauan itu, Raja Hasan tetap menyambutnya dengan sopan. "Hai, Raja Bayang! Apa maksud kedatanganmu ini?" tanya Raja Hasan. "Aku ke sini untuk meminang Putrimu," jawab Raja Bayang dengan angkuhnya. Pinangan Raja Bayang di tolak mentah-mentah oleh Raja Hasan. "Wahai, Raja Bayang! Ketahuilah! Aku tidak ingin bermenantukan anak seorang raja sepertimu. Kamu datang ke wilayah kekuasaanku dengan cara sembrono. Aku tidak rela putriku yang lemah lembut itu bersanding dengan kamu yang kasar dan tak mengenal adab."

Raja Bayang sangat marah mendengar jawaban itu. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah bak terbakar api. "Hai, Raja Bodoh! Kamu akan menyesal karena telah menolak penanganku," ancam Raja Bayang lalu pergi meninggalkan istana Jayapura.

Tak berapa lama, Raja Bayang kembali bersama balatentaranya dengan persenjataan lengkap. Kemudian mereka menyerang Kerajaan Indragiri. Tak ayal lagi, Kerajaan Indragiri diporak-porandakan dalam waktu yang singkat. Walaupun Raja Hasan telah mengerahkan seluruh pasukan Kerajaan Indragiri, mereka tidak mampu menandingi kekuatan pasukan Raja Bayang. Oleh karena itu, Raja Hasan dan pasukannya terpaksa meninggalkan Jayapura, menyingkir ke suatu tempat yang bernama Gaung.

Dalam pengungsian itu, Raja Hasan mengumpulkan para menterinya untuk merebut kembali Kerajaan Indragiri dari tangan Raja Bayang.
"Ampun, Baginda! Prajurit istana banyak yang tewas dalam pertempuran. Kekuatan kita semakin sedikit," kata seorang menteri.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Raja Hasan.
"Ampun, Baginda Raja! Hamba pernah mendengar bahwa ada seorang pangeran dari negeri sebelah timur yang baik kelakuannya dan telah berjasa kepada negeri Jambi. Mengenai kemampuannya, sudah tidak diragukan lagi. Banyak sudah laut yang ia layari, pulau yang ia singgahi, daratan yang ia jelajahi, dan luka badan yang ia rasai dari medan pertempuran," jelas seorang menteri yang lain.
"Siapa namanya?" tanya Raja Hasan penasaran.

"Ampun, Baginda! Hamba tidak tahu persis namanya. Tapi, orang-orang menyebutnya Pangeran Suta,"jawab menteri itu.

Setelah melakukan perundingan, akhirnya mereka sepakat untuk mengutus Datuk Tumenggung mencari Pangeran Suta. Keesokan harinya, usai berpamitan pada Raja Hasan, berangkatlah Datuk Tummenggung dengan sebuah kapal kecil dan Gaung berlayar ke laut lepas. Setelah berhari-hari berlayar, sampailah ia di perairan Jambi. Di sana ia mendapat keterangan bahwa Pangeran Suta sedang berada di Selat Malaka mengusir gerombolan lanun atau bajak laut.

Beberapa kali Datuk Tumenggung berlayar mengitari Selat Malaka untuk mencari Pangeran Suta. Akhirnya pada suatu, ia berhasil menemuinya. Ia pun menceritakan kesulitan yang tengah dihadapi rajanya. "Hai, Pangeran Suta! Kami sudah mendengar tentang kehebatan Pangeran. Raja kami mengharap kesediaan Pangeran untuk membantu raja kami," kata Datuk Tumenggung. "Baiklah, saya bersedia untuk membalas malu yang telah ditanggung rajamu itu," jawab Pangeran dengan ramah. Setelah Pangeran Suta menyatakan kesediannya, berangkatlah Datuk Tumenggung dan Pangeran Suta berserta pasukannya ke Gaung.

Sesampainya di Gaung, Sultan Hasan menyambut Pangeran Suta dengan sangat gembira. Setelah menjamu sebaik-baiknya, Sultan Hasan dan menteri-menterinya melakukan perundingan dengan Pangeran Suta.
Keesokan harinya, Pangeran Suta mulai mempersiapkan alat-alat perang. Ia juga melatih prajurit Indragiri, hingga mereka yang semula berkecil hati karena menderita kekalahan, kembali bersemangat. Pasukan Pangeran Suta yang sudah terlatih dalam perang baik di darat maupun di laut segera menduduki Sungai Indragiri. Selanjutnya pasukan tersebut mendarat dan bersama-sama dengan prajurit berangkat menuju Jayapura.

Pertempuran sengit pun terjadi, karena dua kekuatan yang sama-sama tahan uji berlaga dengan sekuat tenaga. Pertempuran itu berlangsung selama beberapa hari. Pasukan Raja Bayang mulai kewalahan. Banyak di antara balatentaranya yang tewas dan luka-luka. Alat-alat perang mereka pun rusak berantakan. Raja Bayang dan ketiga saudaranya mundur ke pedalaman. Walaupun Raja Bayang dan balatentaranya sudah mundur ke hutan, Pangeran Suta tetap memerintahkan pasukannya untuk mengejar mereka.

Pasukan Raja Bayang kocar-kocir tak tentu arah. Mereka terus di buruh oleh pasukan Pangeran Suta. Akhirnya mereka pun kehabisan bekal makanan, kehilangan senjata, dan tenaga. Balatentara yang terluka pun semakin parah. Keberanian mereka telah surut tanpa bekas.

Keempat anak raja yang sombong itu kemudian pulang ke negerinya menempuh perjalanan jauh dengan menanggung rasa malu karena kekalahan yang sangat besar.

Pasukan Pangeran Suta segera kembali ke Jayapura. Utusan pun dikirim Gaung untuk menjemput Sultan Hasan kembali ke istana Jayapura. "Wahai, Pangeran Suta! Oleh karena engkau telah berjasa terhadap negeri ini, maka sebagai balasannya, aku nikahkan engkau dengan putriku, Raja Halimah," kata Raja Hasan kepada Pangeran Suta. "Terima kasih, Baginda Raja!" jawab Pangeran Suta dengan senangnya.

Seminggu sebelum pesta pernikahan dimulai, seluruh rakyat negeri tampak sibuk. Mereka sibuk membersihkan, memerbaiki, dan menghias istana dengan aneka umbul-umbul. Jalan-jalan mereka rapikan, taman-taman mereka hijaukan, dan lapangan pun dipersiapkan untuk aneka pertunjukkan dalam acara pernikahan Pangeran Suta dan Raja Halimah. Setelah itu Pangeran Suta dinobatkan sebagai Raja Jayapura. Maka lengkaplah kebahagian mereka. Rakyat negeri pun kembali aman, damai, dan makmur.


Pulo Kemaro

Alkisah, di daerah Sumatra Selatan, tersebutlah seorang raja yang bertahta di Kerajaan Sriwijaya. Raja tersebut memunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Siti Fatimah. Selain cantik, ia juga berperangai baik. Sopan-santun dan tutur bahasanya yang lembut mencerminkan sifat seorang putri raja. Kecantikan dan keelokan perangainya mengundang decak kagum para pemuda di negeri Palembang. Namun, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena kedua orang tuanya menginginkan ia menikah dengan putra raja yang kaya raya.


Pada suatu hari, datanglah seorang putra raja dari Negeri Cina bernama Tan Bun Ann untuk berniaga di negeri Palembang. Putra Raja Cina itu berniat untuk tinggal beberapa lama di negeri itu, karena ia ingin mengembangkan usahanya. Sebagai seorang pendatang, Tan Bun Ann datang menghadap kepada Raja Sriwijaya untuk memberitahukan maksud kedatangannya ke negeri itu.

"Ampun, Baginda! Nama hamba Tan Bun Ann, putra raja dari Negeri Cina. Jika diperkenankan, hamba bermaksud tinggal di negeri ini dalam waktu beberapa lama untuk berniaga," kata Tan Bun Ann sambil memberi hormat.

"Baiklah, anak muda! Aku perkenankan kamu tinggal di negeri ini, tapi dengan syarat kamu harus menyerahkan sebagian untung yang kamu peroleh kepada kerajaan," pinta Raja Sriwijaya.

Tan Bun Ann pun menyanggupi permintaan Raja Sriwijaya. Sejak itu, setiap minggu ia pergi ke istana untuk menyerahkan sebagian keuntungan dagangannya. Suatu ketika, ia bertemu dengan Siti Fatimah di istana. Sejak pertama kali melihat wajah Siti Fatimah, Tan Bun Ann langsung jatuh hati. Demikian sebaliknya, Siti Fatimah pun menaruh hati kepadanya. Akhirnya, mereka pun menjalin hubungan kasih. Karena merasa cocok dengan Siti Fatimah, Tan Bun Ann pun berniat untuk menikahinya.

Pada suatu hari, Tan Bun Ann pergi menghadap Raja Sriwijaya untuk melamar Siti Fatimah.
"Ampun, Baginda! Hamba datang menghadap kepada Baginda untuk meminta restu. Jika diperkenankan, hamba ingin menikahi putri Baginda, Siti Fatimah," ungkap Tan Bun Ann.
Raja Sriwijaya terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa Tan Bun Ann adalah seorang putra Raja Cina yang kaya raya.

"Baiklah, Tan Bun! Aku merestuimu menikah dengan putriku dengan satu syarat," kata Raja Sriwijaya.

"Apakah syarat itu, Baginda?" tanya Tan Bun Ann penasaran.
"Kamu harus menyediakan sembilan guci berisi emas," jawab Raja Sriwijaya.
Tanpa berpikir panjang, Tan Bun Ann pun bersedia memenuhi syarat itu.
"Baiklah, Baginda! Hamba akan memenuhi syarat itu," kata Tan Bun Ann.

Tan Bun Ann pun segera mengirim utusan ke Negeri Cina untuk menyampaikan surat kepada kedua orang tuanya. Selang beberapa waktu, utusan itu kembali membawa surat balasan kepada Tan Bun Ann. Surat balasan itu berisi restu atas pernikahan mereka dan sekaligus permintaan maaf, karena tidak bisa menghadiri pesta pernikahan mereka. Namun, sebagai tanda kasih sayang kepadanya, kedua orang tuanya mengirim sembilan guci berisi emas. Demi keamanan dan keselamatan guci-guci yang berisi emas tersebut dari bajak laut, mereka melapisinya dengan sayur sawi tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann.

Saat mengetahui rombongan utusannya telah kembali, Tan Bun Ann dan Fatimah bersama keluarganya serta seorang dayang setianya segera berangkat ke dermaga di Muara Sungai Musi untuk memeriksa isi sembilan guci tersebut. Setibanya di dermaga, Tan Bun Ann segera memerintahkan kepada utusannya untuk menunjukkan guci-guci tersebut.

"Mana guci-guci yang berisi emas itu?" tanya Tan Bun Ann kepada salah seorang utusannya.
"Kamim menyimpannya di dalam kamar kapal, Tuan!" jawab utusan itu seraya menuju ke kamar kapal tempat guci-guci tersebut disimpan.

Setelah utusan itu mengeluarkan kesembilan guci tersebut dari kamar kapal, Tan Bun Ann segera memeriksa isinya satu persatu. Betapa terkejutnya ia setelah melihat guci itu hanya berisi sayur sawi  yang sudah membusuk.

"Oh, betapa malunya aku pada calon mertuaku. Tentu mereka akan merasa diremehkan dengan barang busuk dan berbau ini," kata Tan Bun Ann dalam hati dengan perasaan kecewa seraya membuang guci itu ke Sungai Musi.

Dengan penuh harapan, Tan Bun Ann segera membuka guci yang lainnya. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Setelah membuka guci-guci tersebut ternyata semuanya berisi sayur sawi yang sudah membusuk. Bertambah kecewalah hati putra Raja Cina itu. Dengan perasaan kesal, ia segera melemparkan guci-guci tersebut ke Sungai Musi satu persatu tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Ketika ia hendak melemparkan guci yang terakhir ke sungai, tiba-tiba kakinya tersandung sehingga guci itu jatuh ke lantai kapal dan pecah. Betapa terkejutnya ia saat melihat emas-emas batangan terhambur keluar dari guci itu. Rupanya di bawah sawi-sawi yang telah membusuk tersebut tersimpan emas batangan. Ia bersama seorang pengawal setianya segera mencebur ke Sungai Musi hendak mengambil guci-guci yang berisi emas tersebut.

Melihat hal itu, Siti Fatimah segera berlari ke pinggir kapal hendak melihat keadaan calon suaminya. Dengan perasaan cemas, ia menunggu calon suaminya itu muncul di permukaan air sungai. Karena orang yang sangat dicintainya itu tidak juga muncul, akhirnya Siti Fatimah bersama dayangnya yang setia ikut mencebur ke sungai untuk mencari pangeran dari Negeri Cina itu. Sebelum mencebur ke sungai, ia berpesan kepada orang yang ada di atas kapal itu.

"Jika ada tumpukan tanah di tepian sungai ini, berarti itu kuburan saya," demikian pesan Siti Fatimah.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, muncullah tumpukan tanah di tepi Sungai Musi. Lama kelamaan tumpukan itu menjadi sebuah pulau. Masyarakat setempat menyebutnya Pulo Kemaro. Pulo Kemaro dalam bahasa Indonesia berarti Pulau Kemarau. Dinamakan demikian, karena pulau tersebut tidak pernah digenangi air walaupun volume air di Sungai Musi sedang meningkat.

Bunga Kemuning

Pada suatu masa, hiduplah sepuluh orang putri raja yang sangat cantik-cantik. Ibu mereka sudah lama meninggal dan ayah mereka, sang raja, begitu sibuk dengan urusan kerajaannya sehingga mereka hampir tidak punya waktu untuk berkumpul bersama. Akibatnya putri-putri ini menjadi nakal dan manja, kecuali sang putri bungsu, putri Kuning. Ya, mereka memang diberi nama dengan nama warna. Ada putri Jambon, putri Hijau, putri Merah Merona, Putri Nila, dan lain-lain. Barangkali dulu sang ibu berharap anak-anaknya akan memberi banyak warna di kehidupan ini. Sayang, sang ibu keburu meninggal sehingga tidak sempat mendidik mereka dengan baik.

Kumpulan Dongeng dalam Negeri yang Paling Banyak Disukai

Kesepuluh putri ini selalu memakai pakaian dan perhiasan yang sewarna dengan nama mereka. Putri Merah selalu memakai warna merah, demikian juga putri-putri lainnya.
Sementara kakak-kakaknya bermalas-malasan dan membuat keonaran, putri Kuning menghabiskan waktu dengan membantu inang-inangnya, atau membaca buku, dan atau merawat kebun bunga kesayangannya. Kakak-kakaknya sering mengejeknya.

"Heh lihat tuh si Kuning! Sepertinya di pantas ya jadi pelayan. Mana ada seorang putri yang belepotan lumpur begitu," kata putri Jambon yang disambut gelak tawa yang lain.
Putri Kuning tidak pernah mengindahkan ejekan mereka. "Biarlah, lama-lama juga capai sendiri," pikir putri Kuning.

Suatu hari raja harus pergi ke negeri tetangga di seberang lautan. Dia senggaja mengumpulkan putri-putrinya malam itu untuk berpamitan.
"Nak, ayah akan pergi jauh. Mungkin sebulan lagi ayah baru kembali. Kalian mau ayah belikan apa?" tanyanya.

"Oh aku mau kalung dan gelang baru ayah! Jangan lupa liontinnya harus rubi yang besar yah!" kata putri Merah Merona.

"Aku mau kain sutera yang banyak ayah," kata putri Jingga.

Semua putri berebut menyebutkan permintaannya, hanya putri Kuning saja yang terdiam diri dan hanya mendoakan supaya ayahnya pulang dengan selamat.

Sepeninggal sang raja, kakak-kakak putri Kuning semakin malas saja. Kegiatan mereka sehari-hari hanya bersolek, makan, dan bermain. Para dayang dibuatnya sibuk melayani mereka.
Sementara itu putri Kuning menghabiskan waktunya dengan merawat kebun bunga istana yang merupakan tempat favorit ayahnya. Memang saking sibuknya para pelayan istana meladeni kemauan kakak-kakaknya, kebun istana menjadi terbengkalai.

"Wah kita punya pelayan baru tuh!" teriak putri Nila sambil menunjuk putri Kuning.
"Hein pelayan, nanti kalau sudah beres, sekalian sapuin kamar saya ya hahahaha..." teriak putri Hijau.
Kesembilan kakaknya tertawa mengejek hingga perut mereka sakit.
"Ah, aku bosan! Lebih asyik kayaknya kalau kita jalan-jalan di luar istana daripada nonton orang sok baik itu!" ajak putri Nila yang langsung disetujui yang lainnya.

Mereka pun berlalu meninggalkan putri Kuning yang hanya bisa menggelang-gelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka. Akhirnya sebulan kemudian ayah mereka pulang membawa oleh-oleh yang mereka tunggu. Mereka sibuk berebut mencari pesanan mereka, dan hanya putri Kuning yang ingat mengucapkan selamat datang dan memeluk ayahnya. "Anakku, maafkan ayahmu ini nak! Aku tidak bisa menemukan perhiasan yang berwarna kuning untukmu. Hanya kalung permata hijau ini yang ayah belikan untukmu," kata raja. "Ah sudahlah ayah. Keselamatan ayah jauh lebih penting daripada oleh-oleh. Lagi pula kalung ini juga bagus dan serasi dengan baju kuningku," hibur putri Kuning sambil mengecup kening ayahnya dengan sayang.

Esoknya saat kesepuluh putri ini berkumpul. Putri hijau tiba-tiba menyadari bahwa putri Kuning memakai kalung berwarna hijau.

"Hei, kamu kok pakai kalung warna hijau? seharusnya kalung itu milikku karena namaku putri Hijau," katanya.

"Maaf kak, kalung ini ayah sendiri yang berikan, jadi ini kalungku!" ujar putri Kuning.
Putri hijau tidak sena
ng dan merasa hak memiliki kalung hijau itu, maka dia menghasut saudaranya yang lain.
"Si Kuning itu sudah keterlaluan, dia pasti sudah memaksa ayah memberikan kalung hijau itu untuknya. Padahal kalau ayah mau memberikan hadiah padanya, pasti kalungnya berwarna kuning dong!" katanya.

"Hmm dia memang semakin menyebalkan akhir-akhir ini, lihat saja tingkahnya yang sok rajin, pasti dia cuma ingin mengesankanayah saja, biar lebih disayang," kata putri Jingga.
"Ayo...!" kata yang lain.

Diam-diam menangkap putri Kuning saat berada di kebun istana dan menyiksanya. Tanpa senggaja salah seorang putri memukul kepala putri Kuning dengan keras sehingga dia tewas seketika. Mereka semua bingung dan takut. Akhirnya putri Jambon memutuskan untuk mengubur putri Kuning sebelum kematiannya diketahui orang lain. Putri Kuning pun dikuburkan di tengah kebun bunga istana. Kalung hijaunya pun ikut dikuburkan karena ayahnya pasti curiga jika putri Hijau memakainya.

Raja heran, karena seharian ini dia tidak melihat putri Kuning yang biasanya senantiasa menemaninya jika ia telah selesai dengan tugas kerajaannya. Raja sudah mencari ke kamarnya, ke kebun istana, ke danau, tapi putri Kuning tetap tidak kelihatan . Dia menyuruh para pelayan untuk mencarinya. Namun berbulan-bulan putri Kuning tidak diketemukan. Sementara kakak-kakaknya mengaku tidak tahu menahu soal hilangnya adik mereka. Raja sangat bersedih kehilangan putri kesayangannya.

Suatu hari saat raja termenung di kebun istana, dilihatnya ada tanaman baru di tengah kebunnya.
"Oh tanaman apa ini? Alangkah indahnya. Daunnya bulat dan hijau seperti kalung putriku. Bunganya juga kekuningan dan sangat wangi. Bunga ini mengingatkanku pada putriku yang hilang. Baiklah aku akan menamai bunga ini bunga Kemuning," kata raja.

Bunga ini tetap tumbuh di kebun istana dan menemani sang raja hingga akhir hayatnya. Bunganya yang wangi sering dipakai untuk mengharumkan rambut. Batangnya bisa dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah dan kulitnya digunakan untuk membuat bedak. Seperti halnya putri Kemuning juga selalu memberikan kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya.


  Kisah Situ Bagendit

Pada jaman dahulu kala disebelah utara kota Garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun maski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin dan kekurangan.


Hamasih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.

Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan suka rela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit. Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan Nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari Nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.

"Wah kapan yah nasib kita berubah?" ujar seorang petani kepada temannya. "Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?"

"Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!" sahut temannya. "Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!"

Sementar itu Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.
"Barja!" kata Nyai Endit. "Bagaimana? Apakah semua padi seudah dibeli?" kata Nyai Endit.
"Beres Nyi!" jawab centeng bernama Barja. "Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbung sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi."

"Ha ha ha ha...! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!" kata Nyai Endit.

Benar saja, beberapa Minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan sudah banyak yang mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.

"Aduh pak, persedian beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat dibanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul."

Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.

"Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Seperti hal ini harus segera diakhiri," pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
"Nyi, Saya numpang tanya," kata si nenek.

"Ya nek ada apa yah?" jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut.
"Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?" tanya si nenek.
"Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?" kata Nyi Asih. "Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan melihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?"
"Saya mau minta sedekah," kata si nenek.

"Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya," kata Nyi Asih.
"Tidak perlu," jawab si nenek. "Aku cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar."

"Nenek bercanda ya?" kata Nyi Asih kaget. "Mana mungkin ada banjir di musim kemarau."
"Aku tidak bercanda," kata si nenek. "Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah , bawalah barang berharga milik kalian," kata si nenek.
Setelah iti si nenek pergi meninggalkan Nyi Asih yang masih bengong.

Sementar itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.
"Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!" bentak centeng.

"Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan," kata si nenek.
"Apa peduliku," bentak centeng. "Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!"
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. "Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiit...!" teriak si nenek.

Centeng-centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak di luar, tapi tidak berhasil.

"Siapa sih yang berteriak-teriak di luar," ujar Nyai Endit. "Ganggu orang makan!"
"Hei...! Siapa kamu nenek tua? kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?" bentak Nyai Endit.
"Saya cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan," kata nenek.
"Lah.. ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat Nyium baumu," kata Nyai Endit.

Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyi Endit dengan penuh kemarahan.

"Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rizeki melimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan" teriak si nenek berapi-api. " Aku datang ke sinin sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu."

"Ha ha ha ... Kau mau menghukumku? tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati," kaya Nyai Endit.
"Tidak perlu repot-repot mengusirku," kata nenek. "Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah."

"Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!" kata Nyai Endit sombong.

Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.
"Sialan!" kata Nyai Endit. "Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gajian kalian aku potong!"

Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek. "namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tidak bergeming.
"Ha ha ha... kalian tidak berhasil?" kata si nenek. "Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini."

Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
"Endit! inilah hukuman buatmu! Air ini air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akann tenggelam oleh air ini!"

Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.

Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya 'Situ Bagendit'. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.