Kumpulan 16+ Contoh Puisi Karya Chairil Anwar | Bahasa Indonesia Kelas 8 (Revisi 2017)

ilmubindo.com | Pada kesempatan kali ini admin akan membagikan kumpulan 16 puisi karya Chairil Anwar dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 revisi. Semoga apa yang admin bagikan kali ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi tentang kumpulan 16 puisi karya Chairil Anwar dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 revisi. Semoga apa yang admin bagikan ini dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dalam memahami kumpulan 16 puisi karya Chairil Anwar dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 revisi.

Kumpulan 16+ Contoh Puisi Karya Chairil Anwar | Bahasa Indonesia Kelas 8 (Revisi 2017)
www.ilmubindo.com

Kumpulan Puisi
Karya: Chairil Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu 
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang 
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Tak Sepadan

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang kau mengembara serupa
Ahasveros
Dikutuk-sumpah Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Senja di Pelabuhan Kecil

Buat Sri Ayati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. 
Kapal perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya maut 
berpaut
Gerimis mempercepat kelam. 
 Ada  juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari 
berenang
Menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyisir semenanjung, masih
pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Cintaku Jauh di Pulau

Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja"
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng 
sendiri.

Kawanku dan Aku

Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat
Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti

Kepada Kawan

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang 'tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang
dalam dada darah serta rasa, 
belum bertugas kecewa dan gentar 
belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam
membenam,
Layar merah berkibar hilang dalam 
kelam, 
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga 
mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas
kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu, laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau 
perbuat,
Hilang sonder 
kerabat, 
Tidak minta ampun atas segala
dosa, 
Tidak memberi pamit pada siapa
saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, 'kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian 
madu!!!

Doa

kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Kepada Peminta-Minta

Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku

Cerita Buat Dien Tamaela

Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu 
Cuma satu
Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut
Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan 
Datu dayung sampan
Beta Pattirajawane, menjaga hutan
pala
Beta api di pantai. Siapa mendekat 
Tiga kali menyebut beta punya nama
Dalam sunyi malam ganggang
menari
Menurut beta punya tifa, 
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar
pulau ...
Beta Pattirajawane
yang dijaga datu-datu
Cuma satu

Sebuah Kamar

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia .
Bulan yang menyinar ke dalam 
mau lebih banyak tahu.
"Sudah lima anak bernyawa di sini, 
Aku salah satu!"
Ibuku tertidur dalam serdadu, 
keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada di luar
hitungan: Kamar begini
3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa!

Hampa

Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai di puncak. Sepi memangut, 
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti 
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencengkung punda
Sampai binasa segala. 
Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertepik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Prajurit Jaga Malam

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa
nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang
tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang -
bintangnya
Kepastian ada di sisiku selama
menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani
hidup
Aku suka pada mereka yang masuk
menemu malam
Malam yang berwangi mimpi,
terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa
nasib waktu!

Yang Terampas dan Yang Putus

Kelam dan angin lalu mempesiang
diriku
Menggigir juga ruang di mana dia
yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi
semati tugu
Di karet, di karet (daerahku y.a.d)
sampai juga deru dindin
Aku berbenah dalam kamar, dalam
diriku jika kau datang dan aku bisa
lagi lepaskan kisah baru padamu;
Tapi kini hanya tangan yang
bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan
peristiwa berlalu beku

Rumahku

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala
nampak kulari dari gedong lebar
halaman
Aku tersesat tak dapat jalan kemah
kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke
mana Rumahku dari unggun-timbun
sajak
Di sini aku berbini dan
beranak rasanya lama lagi, tapi
datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu

Persetujuan dengan Bung Karno

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari
kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan
bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami
lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada
rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita
berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita
bertolak & berlabu

Sajak Putih

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar
dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut
senda sepi menyanyi, malam dalam
mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak
membelah ....

Demikianlah yang dapat admin bagikan tentang kumpulan 16 puisi karya Chairil Anwar dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 revisi. Semoga apa yang admin bagikan kali ini dapat membantu anak didik dalam memahami kumpulan 16 puisi karya Chairil Anwar dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas 8 revisi. Semoga bermanfaat dan terima kasih.